Rabu, 23 September 2020

KENAPA? INI JAWABANNYA!

 

❓KENAPA❓INI JAWABANNYA❗


Pada tahun 2009 saya mengikuti pelatihan bahasa Arab tingkat menengah di Ponpes Al-Furqon Gresik. Kitab yang digunakan adalah KITAB MULAKHOS. 

Saat pembahasan ILMU SHOROF, dibahas tentang ISIM MAQSHUR & ISIM MANQUSH. Kemudian timbul pertanyaan di benak saya. 

Kenapa kok isim yang berakhiran huruf wawu (yang harokat sebelumnya dhommah) tidak diberi istilah khusus? Padahal kan huruf illat ada tiga:Alif, wawu, dan ya.


Lalu, saya pun tanyakan tentang hal ini kepada ustadz yang mengajar. Ternyata,

ustadz yang mengajar pun tidak tahu.


 Selesai dauroh saya coba tanyakan kepada kawan saya yang lulusan LIPIA. Dia sudah bergelar Lc. 


Ternyata dia juga tidak tahu jawabannya. Mungkin beliau sudah lupa karena memang kaidah nahwu akan mudah terlupakan kalau tidak kita muroja’ah. Saya sendiri pernah hampir satu tahun lamanya tidak buka-buka buku nahwu. Saya pun kemudian lupa dengan banyak istilah ilmu nahwu. Ketika saya muroja’ah, baru kemudian saya ingat kembali.


*****


Saya pun kemudian jadi teringat dengan seorang kawan yang ikut forum bahasa Arab yang diasuh oleh pakar bahasa Arab dari Kanada. Untuk ikut forum ini kalau tidak salah harus bayar belasan juta. Pesertanya berasal dari seluruh dunia. Kata pengantar yang digunakan adalah bahasa Inggris. 


Saya minta kawan saya ini untuk mengajukan pertanyaan saya ini di forum. Alhamdulillah kemudian dijawab.


Kurang lebih jawabannya begini:


Dalam bahasa Arab, jika ada sebuah isim yang berakhiran WAWU dan harokat sebelumnya DHOMMAH, maka huruf WAWU harus diubah menjadi YA dan harokat sebelumnya harus diubah menjadi KASROH. Kaidah ini bisa kita dapati dalam ilmu Shorof. Misalnya saja isim-isim berikut:


“التداعي” (د-ع-و)


“التسامي” (س-م-و)


“الترجي” (ر-ج-و)


“التخلي” (خ-ل-و)


Bentuk asalnya adalah:


“التداعو”


 (Berasalah dari wazan “تَفَاعُلٌ”)


“التسامو”


 (Berasalah dari wazan “تَفَاعُلٌ”)


“الترجو”


 (Berasalah dari wazan “تَفَعُّلٌ”)


“التخلو”


 (Berasalah dari wazan “تَفَعُّلٌ”)


Pengecualian dari kaidah ini datang dari isim yang berasal dari non-Arab. Misalnya nama orang atau nama tempat. 


Untuk isim yang berasal dari non-Arab penulisannya sesuai dengan yang terdengar, tidak bisa diubah-ubah. Misalnya:


“طوكيو” (TOKYO)


“سوكارنو” (SUKARNO)


Dll.


Atau, dikeculikan dari kaidah ini juga nama yang diambil dari kata yang berakhiran wawu dan harokat sebelumnya dhommah. Misalnya, nama orang yang diambil dari fi’il-fi’il berikut:


“ينمو” (YANMU)


“يسمو” (YASMU)


Dll.


Karena isim jenis ini (yaitu yang berakhiran wawu dan harokat sebelumnya dhommah) pada asalnya berasal dari non-Arab dan jarang digunakan dalam bahasa Arab, maka ulama Nahwu mengabaikannya. Mereka tidak membuat istilah khusus untuk isim jenis ini.


Namun, yang jadi pertanyaan: Bagaimana cara meng-I’rob isim jenis ini?


Jawaban yang saya dapat, isim jenis ini di-I’rob dengan harokat muqoddaroh: dhommah muqoddaroh, fathah muqoddaroh, dan kasroh muqoddaroh.


Contohnya:


جاء سوكارنو


“Sukarno telah datang”


I’ROB “سوكارنو”: FA’IL, MARFU’, DHOMMAH MUQODDAROH


رأيت سوكارنو


“Aku melihat Sukarno”


I’ROB “سوكارنو”: MAF’UL BIH, MANSHUB, FATHAH MUQODDAROH


سلمت  على سوكارنو


“Aku memberi salam kepada Sukarno”


I’ROB “سوكارنو”: MASBUQ BI HARFIL JAR, MAJRUR, FATHAH MUQODDAROH (Merujuk pada ISIM GHOIRU MUNSHORIF, NAMA ASING)


Demikian saja. 


Semoga bermanfaat.


 Silakan jika ada yang ingin menambahkan.


Wallahu a’lam.


✍️ Muhammad Mujianto


*Tulisan sekian tahun yang lalu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar