Minggu, 20 September 2020

JANGAN JADI PENULIS (BAG-1)

 

✏JANGAN JADI PENULIS! (1)


@MuhammadMujianto


Sekadar berbagi pengalaman. Semoga bisa diambil pelajaran.


Begini..


Awal pertama kali saya tercebur di dunia tulis-menulis sekitar tahun 1998-an. Waktu itu saya baru tingkat satu kuliah di IPB. 


Saya sangat tertarik ketika

seorang senior satu fakultas tulisannya muncul di koran. Dengar kabar, sekali tulisan dimuat, kadang bisa dapet honor yang lumayan. Ada yang bisa menyamai gaji cleaning service sebulan waktu itu.


Saya pun kemudian mulai mencoba belajar menulis. Buku-buku tentang kiat nenulis saya beli dan saya pelajari. Ratusan artikel kiat menulis dari internet saya kumpulkan. Dan alhamdulillah, setelah sekian puluh kali mencoba mengirim tulisan, ada beberapa yang dimuat. 


Pernah tulisan saya dimuat di HU Pikiran Rakyat Bandung, Republika Jakarta, Majalah Elfata, Majalah Nikah, dan Majalah Ar-Risalah.


Dari menulis saya pernah dapet uang honor sebesar 150 ribu, 50rb, dan 25rb. Pernah juga saya dapat bingkisan paket buku dan kaos dari redaktur majalah yang memuat tulisan saya.


***


Waktu itu saya pikir, seru juga kalo bisa dapet uang lewat menulis. Hitungan sederhananya, kalau sekali dimuat bisa dapat 250 ribu, berarti kalo sebulan bisa dimuat 4 kali bisa dapet 1 juta. Itu kalau 4 kali. Bagaimana kalau lebih dan dimuat di banyak majalah dan koran? Tentu akan lebih banyak lagi uang yang didapat. 


Enaknya lagi, semua itu bisa dilakukan di dalam rumah sambil ngopi. Nggak perlu panas-panasan keluar rumah. Capek tinggal tidur. Bebas, tidak ada yang ngatur.


Ternyata berat! Teori tidak semudah prakteknya. Dan itu juga ternyata dialamai oleh banyak penulis yang lain. Ada yang sampai puluhan dan ratusan kali tulisan baru dimuat. 


Lah, kalau kita hanya berharap dapet uang dari tulisan, berapa lama kita harus memunggu dapat uang? Tidak jelas! Masalahnya kita bukan penulis terkenal yang tulisannya diminta langsung oleh redaktur koran dan dapat duitnya pun lumayan besar. 


Selama menunggu tulisan keluar, kita butuh uang untuk makan dll. Kita juga butuh uang untuk bisa terus menulis. Kalo dulu, kita butuh beli pulpen, kertas, ngirim naskah, dll. Dari mana uang untuk itu semua kalau kita hanya berharap dari tulisan?


Makanya, bagi kita-kita yang orang baru (tidak terkenal) dan kondisi ekonomi pas-pasan, saran saya: Jangan Jadi Penulis!


Maksudnya, jangan jadikan menulis sebagai satu-satunya pekerjaan yang kita berharap uang dari sana. Saran saya, cari kerja sambilan yang jelas bisa menghasilkan dalam waktu cepat. Misalnya: jualan, ngajar kursus, kerja sama orang, dll.


Kalau ada yang bersikeras untuk tetap jadi penulis saja, ya terserah. Saya cuma ngasih saran. Bisa jadi Anda bernasib baik. Sekali ngirim tulisan langsung dimuat dan diminta oleh banyak koran dan majalah untuk nulis rutin. Bisa jadi! Nasib orang nggak ada yang tau.


***


Setelah bosan menulis untuk media, saya beralih ke dunia buku. Saya ingin menulis buku. Sepertinya menulis buku lebih menjanjikan. 


Kalau buku kita diterbitkan, biasanya kita akan dapat royalti yang akan terus kita dapat selagi buku kita diterbitkan. Beda dengan tulisan di koran dan majalah. Sekali dimuat, ya sekali itu juga kita dapat duit.


Apa yang kemudian saya lakukan?


***


Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar