Jumat, 15 April 2022

AKU & BAHASA ARAB (BAB 20): BAHASA ARAB PASIF

 


BAB 20

BAHASA ARAB PASIF



Dari empat kemahiran bahasa, menurut saya, kemahiran berbicara yang paling berat untuk dipelajari secara otodidak. Kenapa sulit dipelajari?

Pertama, butuh teman untuk diajak belajar bersama. Kedua, harus ada lingkungan yang memaksa kita untuk mau ngomong bahasa Arab sesering mungkin.

Nah, dua hal ini berat untuk diwujudkan bagi orang yang belajar bahasa Arabnya di luar pondok pesantren. Jangankan yang belajar otodidak, santri yang hidup di lingkungan pesantren saja, belum tentu bisa lancar ngomong bahasa Arab. Butuh kemauan kuat juga untuk bisa lancar berbahasa Arab.

Saya pernah ngobrol-ngobrol dengan santri di sebuah pondok pesantren. Katanya,

meskipun di pesantrennya ada aturan untuk bicara bahasa Arab di lingkungan pondok, tapi tetap saja praktiknya kurang. Banyak yang masih bicara dengan menggunakan bahasa Indonesia.

*****

Saat menjadi ketua kos (Sekitar tahun 2001/2002), saya pernah mencoba untuk menerapkan peraturan bicara bahasa Arab di lingkungan kos. Waktu itu, di kosan memang ada program bahasa Arab. Saya tinggal satu kosan lagi dengan kawan yang alumni Gontor. Pikir saya waktu itu, mumpung tinggal bersama, kenapa tidak dimanfaatkan untuk latihan percakapan bahasa Arab.

Saya minta kawan saya yang alumni Gontor untuk menuliskan percakapan ringkas di selembar kertas. Kemudian kertas itu ditempel di beberapa tempat yang mudah terlihat agar mau dibaca dan dipraktikan. Namun, apa yang saya lakukan ini kurang mendapat dukungan dari kawan-kawan satu kos.

Akhirnya, meskipun saya sudah mulai bisa membaca dan menerjemahkan kitab gundul, dan saya juga paham dikit-dikit kalau dengar orang Arab ngomong, namun bahasa Arab saya pasif. Saya tidak lancar ngomong pakai bahasa Arab.


*****

Suatu hari, sekitar bulan Juli 2002, saya dapat selebaran berisi informasi acara dauroh syar'iyyah yang diadakan di sebuah pondok pesantren. Daurohnya gratis selama 15 harian. Lokasi tepatnya di Akademi Dakwah Islam (ADI) Leuwiliang Bogor.

Syarat mengikuti dauroh minimal bisa berbahasa Arab pasif. Yang penting ngerti bahasa Arab, meskipun belum bisa lancar ngomong arab. Saya pun nekat ikut. Sendirian saya berangkat ke sana.

Bisa dikatakan ini adalah dauroh paling mewah yang pernah saya ikuti. Makan enak, kitab panduan diberikan gratis, liburan ke Pulau Bidadari di akhir dauroh, dan pulangnya pun diongkosin.

Kitab yang dibahas waktu itu: Manhajus Salikin Bab Nikah, Syarah Tsalatsatul Ushul Syaikh Utsaimin, Syarah Mukhtashor Lum'atul I'tiqod, Tafsir Syaikh Utsaimin, DLL (Dan Lupa Lagi) :)

Pengajarnya adalah para ahli ilmu dari Saudi, Murid Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahumullah. Jadi belajarnya full bahasa Arab, tanpa penerjemah.

Alhamdulillah, dauroh bisa saya ikuti dengan baik. Saya paham secara umum apa yang disampaikan syaikh. Sayangnya waktu itu (hingga sekarang), saya tidak lancar percakapan. Jadi, saya kurang bisa berinteraksi langsung dengan mereka.

Takutnya nanti pas ditanya, saya kebanyakan menjawab dengan kalimat: "Mmm.... Ya'niy... Keif... Madza.…".

Nggak enak sama syaikhnya nanti :)



*****

Setahu saya, sekarang ADI sudah tiada. Sudah ditutup setelah kasus Bom Bali 2. Setelah kasus itu, dana bantuan dari luar negeri jadi susah masuk.

Inilah diantara mudhorot bom bunuh diri. Pihak yang tidak ada hubungan apa-apa dengan pengebom jadi kena getahnya.


Bersambung...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar