Senin, 18 April 2022

AKU & BAHASA ARAB (BAB 25): EDITOR BAHASA

 


BAB 25

EDITOR BAHASA



Kemampuan bahasa Arab yang saya miliki pernah mengantarkan saya bekerja sebagai editor bahasa di sebuah penerbitan buku Islam.

Ceritanya waktu itu, sekitar bulan November 2006, saya ditelpon kawan. Dia menawarkan saya untuk bekerja di perusahaan miliknya. Dia punya penerbitan buku kecil-kecilan. Setelah saya pertimbangkan, akhirnya saya terima tawarannya itu.

Posisi saya waktu itu adalah sebagai editor bahasa dari naskah terjemahan sebelum naik cetak. Setiap hari, saya berinteraksi dengan naskah-naskah terjemahan. Di hadapan saya ada naskah terjemahan dan kitab asli berbahasa Arab yang terjemahannya akan saya koreksi.

Dalam mengoreksi, saya baca dulu kitab asli yang berbahasa Arab. Biasanya saya baca perkalimat. Kemudian saya cek naskah terjemahannya. Jika ada terjemahan yang keliru, maka saya betulkan. Jika bahasanya sulit dipahami, maka saya perbaiki dan sederhanakan. Dan jika ada isi kitab yang belum diterjemahkan (terlewat), maka sayalah yang kemudian menerjemahkannya.

Saya menikmati pekerjaan ini. Sebab saya memang senang dengan bahasa Arab dan saya pun hobi menulis. Jadi pekerjaan ini cocok dengan saya. Walaupun terkadang ada rasa kesal juga. Kenapa?

Begini...

Terkadang, ada naskah terjemahan yang dikirim ke penerbit dalam kondisi yang terkesan “asal”. Sepertinya si penerjemah tidak membaca lagi hasil terjemahannya itu. Dugaan saya, dia menerjemahkan langsung di komputer, kemudian tanpa dibaca lagi terjemahannya itu dari awal, dia langsung cetak dan kirim ke penerbit. Padahal bahasanya masih membingungkan. Tidak jelas maksudnya apa. Sehingga saya jadi pusing memeriksanya. Banyak hal yang harus saya perbaiki.

Terkait naskah terjemahan yang asal ini, saya juga pernah punya pengalaman membantu seorang ustadz lulusan Madinah yang bekerja sebagai editor kitab terjemahan. Saya ditugaskan untuk membaca naskah terjemahan. Sementara si ustadz melihat kitab aslinya yang berbahasa Arab.

Saat membaca naskah terjemahan itu, saya agak bingung. Ustadz pun merasakan hal yang sama. Bahasanya aneh dan sulit dipahami. Akhirnya, proses editing dihentikan. Naskah itu pun dialihkan ke editor lain. Padahal baru diperiksa beberapa lembar saja.

*****

Saat bekerja sebagai editor, kondisi saya bisa dibilang cukup nyaman. Setiap bulan digaji lumayan. Saya pun diberi tempat tinggal gratis di kantor. Setiap siang dapat jatah makan siang. Menunya lumayan mewah bagi saya. Seringnya rendang atau ayam bakar. Padahal sebelumnya, paling-paling saya makan cuma pakai telur dan sayur. Itu pun saya merasanya sudah paling mewah.

Terkadang, saya juga diminta oleh pimpinan perusahaan untuk menerjemahkan kitab. Tentu saja saya harus mengerjakannya di luar jam kerja. Biasanya saya lakukan saat liburan (Sabtu dan Ahad). Dari menerjemahkan kitab ini, saya pun bisa mendapatkan penghasilan tambahan yang cukup lumayan. Seingat saya, perhalaman naskah terjemahan waktu itu dihargai Rp.8.000. Perhalaman maksudnya satu halaman kertas A4, font 12, dan spasi 1,5.

Suasana kerja di kantor bisa dibilang nyaman. Antar karyawan saling menghormati. Hubungan karyawan dengan atasan pun baik. Dan yang paling penting, setiap waktu sholat, semua aktifitas di kantor dihentikan sejenak. Kemudian semua karyawan pun bergegas menuju mushola untuk sholat berjama’ah.

Menjelang akhir tahun 2007, perusahaan mengalami goncangan. Krisis keuangan terjadi. Sepertinya pimpinan perusahaan telah salah dalam membuat kebijakan yang membuat kondisi keuangan perusahaan jadi sekarat. Akhirnya, diputuskanlah untuk mengurangi jumlah karyawan.

Waktu itu, saya termasuk karyawan yang masih dipertahankan. Saya diberi tawaran untuk tetap bekerja di perusahaan. Namun, karena saya merasa suasana kerja di perusahaan sudah tidak nyaman lagi, maka saya pun memutuskan untuk keluar.


Bersambung...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar