📒 KISAH PENGALAMAN HIDUP: AKU & BAHASA ARAB (18)
✍️ BAHASA ARAB PASIF
Dari empat kemahiran bahasa, menurut saya, kemahiran berbicara yang paling berat untuk dipelajari secara otodidak. Kenapa sulit dipelajari?
Pertama, butuh teman untuk diajak belajar bersama.
Kedua, harus ada lingkungan yang memaksa kita untuk mau ngomong bahasa Arab sesering mungkin.
Dua hal ini berat untuk diwujudkan bagi orang yang belajar bahasa Arabnya di luar pondok pesantren. Jangankan yang belajar otodidak, santri yang hidup di lingkungan pesantren saja, belum tentu bisa lancar ngomong bahasa Arab. Butuh kemauan kuat juga untuk bisa lancar berbahasa Arab.
Saya pernah ngobrol2 dengan santri di sebuah pondok pesantren. Katanya, meskipun di pesantren itu dianjurkan untuk berbicara bahasa Arab di lingkungan pesantren, tetap saja praktiknya kurang. Banyak yang masih bicara dengan bahasa Indonesia.
*****
Saat masih tinggal di kosan mahasiswa, saya pernah juga beberapa kali ingin menerapkan peraturan bicara bahasa Arab di lingkungan kosan. Waktu itu, di kosan memang ada program bahasa Arab. Pikir saya, mumpung tinggal bersama, kenapa tidak dimanfaatkan untuk latihan percakapan bahasa Arab.
Saya minta kawan saya yang jago bahasa Arab untuk menuliskan percakapan ringkas di selembar kertas. Kemudian kertas itu di tempelkan di beberapa tempat yang mudah terlihat agar mau dibaca dan dipraktikan. Namun, apa yang saya lakukan ini, tidak mendapat dukungan dari kawan2 saya satu kosan.
Akhirnya waktu itu, meskipun saya sudah mulai bisa membaca dan menerjemahkan kitab gundul, dan saya juga paham dikit2 kalau dengar orang Arab ngomong, namun bahasa Arab saya pasif. Saya tidak lancar ngomong pakai bahasa Arab.
*****
Suatu hari, sekitar bulan Juli 2002, saya dapat selebaran berisi informasi acara dauroh syar'iyyah yang diadakan di sebuah pondok pesantren. Daurohnya gratis selama 15 harian. Lokasi tepatnya di Akademi Dakwah Islam (ADI) Leuwiliang Bogor.
Syarat mengikuti dauroh minimal bisa berbahasa Arab pasif. Yang penting ngerti bahasa Arab, meskipun belum bisa lancar ngomong arab. Saya pun nekat ikut. Sendirian saya berangkat ke sana.
Bisa dikatakan ini adalah dauroh paling mewah yang pernah saya ikuti. Makan enak, kitab panduan diberikan gratis, liburan ke Pulau Bidadari di akhir dauroh, dan pulangnya pun diongkosin.
Kitab yang dibahas waktu itu seingat saya: Manhajus Salikin Bab Nikah, Syarah Tsalatsatul Ushul Syaikh Utsaimin, Syarah Mukhtashor Lum'atul I'tiqod, Tafsir Syaikh Utsaimin, DLL (Dan Lupa Lagi) 😄
Pengajarnya adalah para ahli ilmu dari Saudi, Murid Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahumullah. Jadi belajarnya full bahasa Arab.
Alhamdulillah, dauroh bisa saya ikuti dengan baik. Saya paham secara umum apa yang disampaikan pembicara. Sayangnya waktu itu (hingga sekarang), saya tidak lancar muhadatsah. Jadi, saya kurang bisa berinteraksi langsung langsung dengan mereka.
Takutnya nanti pas ditanya, saya jawabya kebanyakan:
"Mmm.... Ya'niy... Keif... Madza...."
Sekarang, ADI sudah tiada. Sudah bubar setelah kasus Bom Bali 2. Setelah kasus itu, dana bantuan dari luar jadi susah masuk.
Inilah diantara mudhorot bom bunuh diri. Pihak yang tidak ada hubungan apa-apa dengan pengebom jadi kena getahnya.
Bersambung...
@MuhammadMujianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar